Rabu, 19 Juni 2013

Artis Juga Manusia #CerpenQuote

Tittle: Artis Juga Manusia
Length: One Shoot
Author: @XOwners_Quote



#CerpenQuote For @rizkaayudc

 Artis juga Manusia 
“It’s you. When all my dreams come true, the one I want next to me is you.”


"Mas Kiki, berapa lama Mas liburan di Kota kelahiran Mas di Sumatera Barat?"
"Emh... Mungkin maksimal satu minggu atau minimal 5 hari. Soalnya dari pihak Management sendiri batesinnya cuma segitu, hehehee,"
"Di Kota mana Mas liburannya? Mengapa?"
"Padang, kampung halaman saya, mbak."
"Bagaimana rutinitas menyanyi Mas yang teseling oleh liburan?"
"Yaa, gak terganggu, kok."
"Mas Kiki, kenapa gak liburan sama pacar?"
"Euuh, hehehee, saya masih single, mbak. Mau daftar? Hahaa,"
"Boleh. Hahahaa Mas kan ganteng,"
"Amin, bisa aja, mbak.. Hahaa,"
"Mas Kiki, apa yang Mas bawa dan persiapkan untuk liburan di sana?"
"Banyak, perlengkapan sehari-hari, dan bawa badan pastinya, hehee,"
"Apa yang paling Mas rindukan di sana?"
"Yang pastinya kedua orangtua, keluarga besar, dan..... seseorang pastinya. Hehehee,"
"Cieee,"
"Sudah yah, Mbak, Mas, saya pamit mohon do'anya yaaa, nanti tunggu kedatangan saya disini lagi plus kabar terbaru dari saya, terimakasih...,"
"Tunggu, Mas Kiki! Siapa seseorang itu?!"
"Hati-hati Mas Kiki~Semoga selamat sampe tujuaaan,"
"Kami tunggu kabar terbarunya, Maaas,"
Pria itu pun langsung memasuki pintu Bandara Soekarno Hatta sembari menebar senyum behelnya dan melambaikan tangan kepada kerumunan para wartawan itu. Tangan sebelahnya lagi menggeret koper dan membenarkan tas gembol yang tersampir dipundaknya.

****

Yeaaaah! Pulang Kampung disela-sela pekerjaan gue. Hhh, gue lega udah sampe di sini. Rumah gue. Dari 2 tahun yang lalu, rumah ini tetap sama. Penuh kehangatan.
"Assalamualaikum," salam gue sambil ketuk-ketuk pintu. Samar-samar gue langsung denger keributan didalam sana. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Mama gue, ah gue kangen banget. Gue langsung peluk Mama gue yang nganga begitu liat gue.
"Waalaikumsalam, sayang," jawab Mama gue, rambut gue beliau elus dan peluk gue hangat dan erat. Membalas kerinduan extra karena udah 2 tahun lebih gak ketemu.
"Rizky kangen banget, Ma." Kata gue lirih. Mama terisak, lalu kami pun saling melepas pelukan.
"Mama juga, Rizky. Mama pun banggapunya anak seperti kamu." Kata Mama. Segelintir air netes dari mata gue. Gue tersenyum lalu hapus air mata Mama, "makasih udah lahirin Rizky, ya, Ma. Rizky lebih bangga punya Mama." Kata gue, tulus.
Mama gue mengangguk pasti, "ya, ya, sayang," desahnya diikuti tangis.
Sejurus kemudian keramaian itu terjadi. Semua keluarga besar gue menyambut gue dengan riuh. Mereka heboh minta foto sama gue. Untung Mama cepet tarik gue ke meja makan. Gila! Makanan favorite gue semua tersedia di atas meja makan. Gue langsungnyerbu ngambil piring dan nasi, dan Papa gue dengan bangganya hidangin 'temen nasi' di piring gue. Hahaaaa tengkiuh, Pa! Gue pun dengan lahap menyantap Rendang Balado duluan. Gue makan bareng bersama sanak saudara gue. Biasanya rame kayak gini utamanya pas lebaran, tapi karena gue udah nyandang artis, jadi pada rame nih nyambut gue, seneng banget gilak! Berasa Wali Kota!
Seusai makan, kita semua ngobrol sampe larut. Capek tapi seru. Dan sekarang gue ngantuk. Udah malem juga. Gue jadi gak sabar nunggu besok.
Gue kepengen ketemu seseorang. Seseorang yang udah gue cinta banget dari semasa kita SMA, waktu gue belom jadi 'orang' kayak sekarang. Gimana yah reaksi dia kalau ketemu gue ntar? Ah, mending gue tidur dulu dah. Biar cepet besok! Hahaa!
*****
Loh? Kok rumah ini kosong, ya? Padahal gue udah ngebet pengen ketemu tu cewek setelah berhasil kabur dari warga tadi. Untung jalanan disekitar sini sepi, tapi jadi gak untung karena rumah ini sepi! Haduh, ni pager tinggi banget lagi. Gue kan pengen mastiin ke dalem.Digembok lagi ni pager besi karatan. Gue panjat ajadah biarin. Kalau jatoh paling patah kaki gue. Laaah.
"Hey! Kok panjat-panjat, sih?! Rumah itu kosong! Jangan berlagak sok Kuncen Rumah Kosong, deh! Turun!" teriak suara cempreng yang pastinya itu cewek. Gue yang -untungnya- baru naik satu level pun turun, begitu gue berbalik.....
"Kamu.....," dia! Gilak makin cantik! Rok panjang, T-Shirt putih polos, rambut panjang... Gilak, cantik banget sumpah deh.
"Ih? Kamu ngapain melotot gitu? Kesurupan, ya? Hiii...,"
Kok dia malah aneh liat gue? Kok malah ketakutan? Kok malah melengos? Apa dia lupa sama muka gue? Tapi suer gue gak operasi plastik!
"Eh, tunggu! Gue cari Rizka, kamu Rizka, kan? Gue gak mungkin salah!" teriak gue untuk meyakinkan. Langkah dia terhenti. Nah, lampu hijau nih. Mungkin tadi dia lupa.
"Eh eh eh! Tunggu! Jangan lari!" gue pun ikut lari nyusulin dia. Apa mungkin dia amnesia? Seamnesia-amnesianya dia, masa iya sampe gak tahu gue? Gak punya TV apa yak?
"Tunggu!" teriak gue pantang menyerah.
Kita masih kejar-kejaran. Biasanya gue yang dikejar-kejar fans, sekarang gue yang ngejar-ngejar dia. Artis Juga Manusia, yah.
"I miss you!" teriak gue. Dia berhenti. Gue ikut berhenti, ngosngosan. Hah, capek gila.
"Aku bukan Rizka! Kalau kamu ikutin aku, aku gak segan-segan bunuh kamu!" teriak dia, dari muka cantiknya yang ketakutan, dia kayak nyimpen trauma. Gue nyerah, biarin dia pergi. Jangan-jangan beneran amnesia, ya?

***

"Cintakan membawamu... Kembali disini, menuai rindu. Membasuh perih, bawa serta dirimu... Dirimu yang dulu, mencintaiku, apa adanya... Cintakan Membawamu..." jreng.
Sepetik lagu yang lagi 'gue banget' selesai gue nyanyiin di atas kursi teras depan rumah, dengan petikan gitar dan secangkir teh hangat. Hasyek. Biasanya malem-malem gini gue lagi manggung off air. Sekarang? Terbengong-bengong mikirin cewek tadi pagi. Gue yakin banget dia Rizka, mirip banget dari ujung rambut sampe ujung kaki. Sama percis walau udah 2 tahun gak ketemu.Tapi gue masih ingat dengan jelas,secuil pun.Bahkan Rizka yang masih tesimpan rapi dihati gue. Bahkan Rizka yang tiap malem gue inget, gue kangenin. Gue juga selalu inget percakapan sebelum gue ke Jakarta buat kejar mimpi gue jadi penyanyi solo yang handal. Dan waktu itu kita udah lulus SMA, mati-matian gue PDKTan selama 3 tahun SMA akhirnya berbuah hasil dan 2 udah tahun pacaran. Total waktu itu umur kita pas 20 tahun.
"Rizka, Rizky mau mengejar mimpi jadi penyanyi di Jakarta. Do'ain, yah. Semoga 2 tahun lagi, Kiki bisa lamar Rizka jadi istri. Ya?""Emh, iya, Rizky. Rizka pasti do'ain, pasti Kiki bakal jadi penyanyi yang berkualitas, terkenal dan handal. Rizka percaya itu. Emh, iya, Ki. Rizka tunggu lamarannya."
"Amin, makasih, ya, Rizka. I Love You."
"Iya, Rizky. I Love You Too."
Masih jelas terdengar suara unyu dia. Masih terasa hangat pelukan dia. Masih terbayang muda dia merah dan malu tersipu. Dan sekarang setelah gue raih semua mimpi gue,gue malah mendapati dia ngancem bakal bunuh gue kalau gue deketin dia.Hhh,rasanya mimpi gue jadi sia-sia aja.
Dan skenario itu terjadi waktu di Bandara. Jangan-jangan waktu dia balik, terus kecelakaan dan jadi amnesia?! Bisa jadi! Karena abis nyampe di Jakarta gue gak bisa hubungin dia lagi sampe sekarang, eh emang dia gak punya hape ding. Hadoh gue jadi bingung, gue harus selidikin cewek tadi nih. Patut dicurigai Rizka atau Rizka palsu.
"Bang Kiki!" euh? Kaget gue. Cahya, adik gue.
"Hay, belom tidur?" tanya gue sambil nyengir.
"Belomlah! Nyanyi dong buat aku," rengeknya lalu duduk di kursi sebelah kursi gue yangditengahi meja kayu kecil. Tunggu? Sejak kapan ada 2 gelas cangkir di meja ini? Jadi tadi adik gue udah gentayangan lewat didepan gue? Parah, gue pelamun akut.
"Bang! Malah ngelamuuun," rengeknya. Tuh, kan? Ngelamun lagi gue. Tunggu, gue ada ide cemerlang nih.
"Abang bakal nyanyi asal kamu ceritain sesuatu," kata gue. Cahya bengong, minta dicubit. Gilak lucu banget! Kayak Himawari adiknya Shinchan!
"Apa?" tanyanya.
"Tahu Rizka, kan? Pacar abang ituloh.." Cahya ngangguk-ngangguk. Bagus.
"Nah, jadi tadi pagi abang pergi ke rumahnya, tapi rumahnya sepi, kamu tahu gak dia kemana? Atau pindah ke mana, gitu?" tanya gue.
"Tahu." Gue langsung semangat!
"Ke, kemana?"
"Cahyaaaaa! Bantu Mama, sayaaang.."
Oh tidak. Jangan, Cahya.
"Bentar, Maaa!" Cahya langsung lari ngibrit ke dalem rumah. Satu, gue bangga Cahya masih SMP udah penurut. Dua, kenapa harus sekarang?! Aaahhh, gue juga yang harus usaha cari tahu tempe sendiri. Artis Juga Manusia, harus usaha!
Jreng jreng jreng! Mari kita molor sajalah!

*****
Payah. Udah dari pagi keliling kampung udah kayak orang gila gini sampai siang bolong gini pun gue belom berhasil ketemu sama cewek yang kemaren. Mau nanya, hati gue seakan nolak. Mau tak maulah gue cari sendiri gini. Haaah. Ada kios pinggir jalan tuh, beli minum ah. Haus.
"Maaf, beli..... Kamu?!" dia! Cewek kemaren yang jaga kios ini! Mendadak muka dia jadi pucat pasi liat gue kayak liat hantu ganteng berpostur buta ijo.
"Kamu siapa sih?! Pergi!" teriak dia sambil keluar dari kios itu, refleks gue langsungtahan cewek itu...
"tunggu, tunggu, please, kamu Rizka, kan?! Kamu lupa ya sama aku? Aku Rizky, pacar kamu." Kata gue sungguh-sungguh.
Tapi dia malah tutup kuping dan geleng-geleng kepala, "jangan sebut Rizka! Aku bukan Rizka," lirihnya sambil nangis. Ada apa ini? Kenapa dia?
"Ayu! Kamu kenapa?!" panik seorang ibu-ibu berdaster batik yang baru aja ke luar dari rumah depan kios ini. Tunggu, beliau kan Ibunya Rizka?! Terus siapa tadi nama cewek ini? Ayu? Argh. Gue gak paham!
"Ayu, udah, Ayu, sadar.."lirih ibu itu sambil peluk Ayu. Gue cengo ditempat. Belom paham. Ayu mencak-mencak di tanah, "bukan salah akuuu, bukan, huhuhuu," isaknya. Gue makin melongo.
"Memang bukan, ibu tahu, bukan salah kamu, sayang," ucap ibunya menenangkan.
"Bu," bisik gue. Ibu itu natap gue, matanya merah penuh air mata.
"Nak Kiki?" tanyanya.
"Bu, Rizka kenapa?" aduh, salah sebut nama.
"Aku bukan Rizkaaa!" teriaknya panjang. Aduh! Gue jongkok dan pegang pundak dia,
"kamu kenapa?" lirih gue. Lalu tiba-tiba dia pingsan.
Yaampun."Ayu," lirih ibu itu seakan nyimpen kelelahan dari sorot matanya. Gue pun gendong Ayu masuk ke dalem rumah, ibunya ngintruksi buat bawa ke kamar Ayu sambil tuntun gue ke suatu kamar. Gue pun baringin Ayu di kasur. Gue mendesah. Siapa cewek ini sebenernya? Duplikat Rizka?
"Ayu itu kembarannya Rizky, Nak," tuturnya sambil mengelus pipi Ayu. What!? Rizka punya kembaran?! Kok Rizka gak pernah cerita?
"Ayo, kita ngobrol didepan." Ajaknya. Gue pun ngekor sampai duduk di sofa depan. Ia mendesah seolah pasrah.Gue bungkam. Nyimpen tanda tanya besar. Gue gak sanggup kalau denger kabar buruk. Susah payah gue bangun puing-puing mimpi gue jadi artis demi nikah sama Rizka dari hasil gue sendiri, nyatanya Rizka gak tahu dimana.


"Nak, Rizka sudah lama meninggal."
What? Refleks gue nyender lemes. Gak mungkin. Ia mulai terisak.
"Waktu pertama kali liat kamu di TV, Rizka langsung menelfon Ayu yang dari kecil milih tinggal di Jepang sama neneknya. Katanya, Ayu harus kesini, harus kesini gantiin dia. Dan setelah Ayu kesini,
Rizka lagi dalam, ya, skarat, kami semua panik, dan akhirnya di dalam pelukan Ayu, Rizka meninggal dan titip kamu," beliau semakin terisak. Gue belom paham.
"Rizka sakit apa?" tanya gue pelan.
"Kan, ker, kanker hati, sejak dia kelas 3 SMA, dan dia gak ingin kamu tahu, dia gak mau buat kamu khawatir karena kamu punya niat raih mimpi ke Jakarta, dan saat dia lihat kamu sukses, dia jadi lega, tapi dia juga sudah tidak kuat lagi, dia pergi, Nak, pergi," ia semakin tersedu. Gue langsung peluk buat nenangin.
Gue belum percaya. Sejenak gue ngebayangin kalau gue mendadak jadi aktor yang lagi syuting film. Film fiksi. Dan gue anggep ini fiksi. Gue belum mau paham sekarang. Mimpi gue udah tercapai, dan orang yang gue cintai gak bisa gue gapai. Ini terlalu realita buat gue sebut fiksi. Tapi gue belom mau paham. Ini hanya syuting film fiksi gue yang pertama. Film melankolis dengan aktor sejuta mimpi yang gak bisa gapai cinta dan hidup dengan bahagia bersama gadis yang dicinta.
Gue tersadar, ia melepaskan pelukannya lalu memegang pipi gue dengan sorot mata yang lesu, "kamu gak sedih? Kamu gak merasa kehilangan, Nak?" tanyanya. Gue hanya menatapnya lurus-lurus. Tapi pelipis mata gue rasanya berat banget. Saya belom mau paham, Bu.
"Ayu kenapa bisa gitu, bu?" tanya gue mengalihkan.
"Ayu trauma. Dia terlalu kehilangan. Rizka, adik kembarnya sendiri, jadi phobia besar buatnya. Tiap dia disebut Rizka, pasti begitu. Dia terlalu menyesali dan merasa dirinya salah karena dari dulu sudah memilih tinggal berpisah sama Rizka, dan sekarang saat dia ingin bersama Ayu, Rizka pergi, dan Ibu harap, kamu, bisa bantu phobia Ayu, dan bantu mengikhlaskan Rizka, ibu mohon," mohonnya, ia meringkuk didada gue sambil terisak. Jadi Rizka beneran udah pergi? Cinta gue? Ini realita? Gue belom mau paham.
"Saya akan bantu sebisa saya, bu," ucap gue. Beliau pun mengangguk dan beranjak ke kamar tadi, mungkin mau ngambil sesuatu.
Gue harap ini kejutan buat nyambut kedatangan gue. Gue harap yang tadi pingsanbeneran Rizka yang lagi acting sebagai 'Ayu', gue harap semua cerita tadi cuma skenario buatan belaka, gue harap ini cuma realita sesaat yang ternyata adalah kejutan.
Artis Juga Manusia, mengejar cinta disaat banyak cewek mengejar cinta gue.
Artis Juga Manusia, bergelimang harta dan berharap bahagia bersama Sang Cinta.
Artis Juga Manusia, masih suka berharap walau semuanya bisa dengan gampang gue raih.
Artis Juga Manusia, kalau gue nangis bukan berarti melankolis. Karena terbukti ibunya cuma bawa box.Bukan cewek yang ada di kamar tadi.
"Box?" tanya gue setibanya beliau disamping gue. Ia mendesah lalu menyerahkannya buat gue. Dengan hati yang campur aduk, gue membuka isi box ini.
"Microfont warna hitam?" spontan gue. Gue cengo. Isinya ada microfont, rekaman, surat, dan foto kita berdua sewaktu SMA.
"Ibu belum pernah buka box itu, tapi sebelumnya, Rizka sempat bongkar celengannya. Mungkin untuk membeli itu semua.Itu juga ibu temukan di dalam lemarinya,setelah Rizka meninggal. Ibu tahu itu untuk kamu, Ki."kemudian beliau pamit ke kamar lagi. Tinggalah gue sama box dan sejuta kenangan tentang Rizka. Ada satu yang paling mencuat pengen gue ambil. Surat. Cepat kilat gue buka surat kertas putih yang udah rada menguning dan usang. Gue baca, supaya gue mau beneran usaha buat paham.
'Dear, Rizky.. Hay? Cie udah jadi artis ;p kamu masih ingat kan sama aku? Makasih kalau masih.. Tapi lebih baik kamu jangan ingat aku terus, aku gak ingin jadi beban kamu. Maaf, ya. Aku harus pergi. Aku kasih kamu itu semua buat kenang-kenangan kamu, tanda bahwa aku pernah ada buat hidup kamu. Maaf, aku gak bisa kasih langsung ke kamu. Coba deh denger rekamannya, hehee..'
Gue segera klik tombol putar pada rekaman ini. Awalnya terdengar krasak-krusuk, lalu terdengar 3 menit 25 detik durasi single lagu gue. Judulnya 'Puteri', lagu ciptaan gue yang emang khusus gue ciptain buat dan waktu bareng sama dia pas jaman SMA yang sering kita nyanyiin bareng. Lalu terdengar suara unyu dia ngomong,
'Hay, Kiki. Maaf yah, aku gak kasih tahu kamudari dulu kalau sebenernya aku punya kembaran. Namanya Ayu, dia kakak kembar aku, beda 5 menit brojolnya, loh.. Hehee, emh... Maaf juga, aku gak kasih tahu kamu tentang penyakit aku, aku gak mau jadi penghalang kekhawatiran buat cita dan mimpi kamu buat jadi penyanyi. Tadi aku liat kamu di TV, keren banget! Sukses terus, ya, Ki. Aku yakin kamu bisa mendapat yang lebih baik dari aku. Aku titip Papaku yang lagi kerja di Jakarta, titip Ibuku, dan utamanya titip Kak Ayu, ya. Semnga sih dia bisa gantiin aku,tapi bukan kamu jadiin aku. Kita emang mirip, tapi Rizka tetap Rizka, dan Ayu tetap Ayu. Aku sayang kamu, aku cinta kamu, makasih yah, Ki, buat semuanya...'
Rekaman itu mati. Apa iya tadi Rizka? Gue pun lanjut baca suratnya.
'Udah? Hehee... Makasih yah, Ki, buat semuanya. Itu foto kita berdua sewaktu SMA dulu. Satu yang harus kamu ingat, aku tetap mencintai kamu walau ragaku sudah terkubur, aku menyayangi kamu, aku tunggu kamu di dunia yang lebih abadi, yaa. :) I Love You, Muhammad Rizky. Kiki.
Rizka Dwi.
'Oh My God. Gue bisa tarik kesimpulan. Dia udah sembunyiin penyakitnya dari dulu dari gue. Dia udah susun semuanya. Makanya dia gak kasih tahu gue kalau dia punya kembaran. Dan saat gue udah berhasil, dia bongkar celengan buat nyediain ini semua. Dan saat dia udah lelah sama keadaannya, dia minta Ayu buat balik dan menetap seolah-olah untuk ganti posisi dia sama Ayu karena mereka kembar dan mi-rip-ba-nget, mungkin supaya gue gak ngerasa kehilangan kehadiran dia disisi gue. Sekarang gue paham.Rizka udah beneran pergi. Padahal saat semua mimpi gue raih, satu keinginan terbesar gue adalah bahagia sama kamu, Rizka. Kamu, dan cuma kamu. Bukan Ayu. Tapi selama ini gue enggak peka. Gue gak nyangka. Rizka udah gak ada? Orang yang selama ini gue cinta, udah gak ada? Gue sungguhan gak menyangka bakal gini jadinya. Mimpi tanpa cinta apa jadinya? Oh yaampun. Gue gak bisa nahan air mata ini. Sulit untuk bisa gue percaya. Aku ke sini buat lamar kamu, Rizka.
"Sebaiknya kamu ikut aku,"
Ayu?

*****
“Kenapa kalian pindah rumah?" tanya gue pada Ayu diperjalanan melewati banyak batu nisan.
"Papa di PHK, sekarang lagi kerja di Jakarta jadi satpam." Jawab Ayu. Dia berhenti pada satu batu nisan, lalu berjongkok. Langkah gue tiba-tiba mengeras, jantung dan hati gue gak karuan. Gue gak pernah nyangka. Rizka...
"Ki, ayo,"
Dengan jalan terseret gue mendekati dan ikut berjongkok. Ini makam Rizka? Secepat inikah? Kita pun menabur bunga dan air. Ayu terisak, gue netesin air mata. Ayu terus minta maaf sama Rizka.Maaf karena phobia, lama ninggalin, telat datang, dan yang lainnya. Sebegitu nyeselnya. Tapi gue gak kalah nyesel, gue gak pernah peka Rizka sakit. Ayu berhenti ngomong tapi tangisnya masih. Gue mengeluarkan kotak kecil warna merah bentuk love dari saku jaket gue.
"Rizka, semoga tenang ya kamu disana. Aku datang, aku udah janji mau lamar kamu. Tapi aku gak mungkin tinggalin cincin ini disini. Aku titipin di Ayu, boleh, ya?" tanya gue.
Gue lirik Ayu, dia keliatan shock banget.Gue senyum, "boleh?" tanya gue. Dia keliatan bingung, tapi dia mengangguk pelan. Cepat gue angkat jemari tangan kanannya, "aku titip, ya." Gue lingkarin cincin perak ini di jari manisnya. Ayu keliatan tertegun. Gue lihat nisan Rizka. Selamat jalan, Rizka.

*****

Sepulang dari makam Ayu, gue langsung pulang ke rumah. Berkemas dengan alibi ada kerjaan dadakan yang gak bisa di cancel, kasian juga Cahya sampe ngerengek dan nangis. Padahal gue yang gak mau kelihatan galau dihadapan keluarga besar gue.

Gue lagi di pesawat. Dikit lagi sampe bandara Soekarno Hatta. Sepanjang jalan gue gak lepas dari bayang kenangan gue sama Rizka, dulu. Gak henti-hentinya gue nangis. Sekuat-kuatnya cowok nahan gengsi buat nangis, tapi cowok juga manusia, punya hati dan perasaan.
******
Sesampainya di Bandara, para wartawan udah pada nunggu. Loh? Kok pada tahu, ya?
"Mas Kiki! Gimana sama pacarnya?"
"Baik," gue senyum paksa. Untung pake kaca mata item. Mata sembab gue ketutupin. Selamet.
"Kok pulang cepet, Mas?"
"Ada kerjaan penting, mbak."
Dan pertanyaan lainnya yang gue jawab alakadarnya. Gue udah dijemput Alex, manager gue. Dan sekarang gue on the way menuju apartement gue. Dengan nangis. Hhhh.Alex nanya gue macem-macem. Bodo. Gue diemin.
*****
Sesampainya di apartement, udah ada segerombol cewek yang kata Alex fans gue, udah dari sore nungguin gue sampe sekarang jam 10 malem. Yaampun. Gimana gue bisa pasang muka happy dengan segepok kesedihan begini? Profesional. Gimana pun mereka udah usaha buat gue, gue pun harus usaha buat mereka.
"Haaai, belom pada ngantuk?" tanya gue heboh. Mereka yang kira-kira 10 orang langsung pada berbinar dan histeris liat gue yang senyum lebar.Kami pun ngobrol bentar. Kemudian gue dan Alex langsung ke kamar apartement. Gue salut sama fans-fans gue. Rela nunggu sampe malem demi ketemu gue. Tapi gue juga kan manusia biasa yang banyak dosa. Sebaiknya gak sampai begini. Tapi kalau mereka jadi semangat karena ketemu gue, gue ikut seneng. Tapi kalau gue, lebih semangat liat Mama Papa, keluarga, dan Rizka. Haaah, Rizka. Kita ketemu di mimpi indahku, yuk?
*
Udah 10 hari lebih dan gue tetep galau dan sedih. Tapi udah gak nangis. Gue harus tetep semangat.Gue harus bisa menerima ini semua. Gue pasti bisa. Gue belajar banyak hal. Bahwa status terkenal apapun tak akan menjadi rasa tanpa cinta, tanpa seseorang. Artis Juga Manusia. Segampang apapun dapetin sesuatu dengan materi, tapi dapetin cinta itu gak mudah. Gak bisa dibeli, gak bisa diraih apalagi jika sudah tiada. Artis Juga Manusia, walau mimpi tercapai, tujuan utamanya adalah cinta. Artis Juga Manusia biasa, bisa nangis, bersandiwara, pakai topeng, dan realita. Artis Juga Manusia, gak selalu bahagia.Gue contohnya. Penuh pengharapan disaat semua cewek berharap sama gue, penuh kesedihan yang gak diduga, kegagalan cinta. Tapi mencintai Rizka adalah bahagia dan sedih. Bahagia karena Rizka pernah ada dalam hidup gue, sedih karena gue gak bisa sama dia di dunia ini. Tapi, gue bakal tetep semangat. Gue yakin semua akan ada hikmahnya dibalik realita kehidupan gue ini. Cinta. Sesukses-suksesnya artis, tapi... Artis Juga Manusia yang mencinta.

"Terkadang walau semua mimpi terwujud, mimpi terbesar adalahsaat bisa memiliki seseorang yang kita cinta."

- The End -

***

Naaah itu dia quotenya dari @rizkaayudc \:D/
Yang lainnya ngantri yaaa.. ;p
Makasyih yang udah mau baca.. :')

Project #CerpenQuote
@XOwners_Quote

By: Admin Mila :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar